Hukum perikatan yang dalam bahasa belanda dikenal
dengan sebutan verbintenis ternyata memiliki arti yang lebih luas
daripada perjanjian. Hal ini disebabkan karena hukum perikatan juga mengatur
suatu hubungan hukum yang tidak bersumber dari suatu persetujuan atau perjanjian.
Hukum perikatan yang demikian timbul dari adanya perbuatan melanggar hukum
“onrechtmatigedaad” dan perkataan yang timbul dari pengurusan kepentingan orang
lain yang tidak berdasarkan persetujuan “zaakwaarneming”.
Sementara pengertian hukum perikatan yang umum digunakan
dalam ilmu hukum adalah: “Suatu hubungan hukum mengenai kekayaan harta benda
antara dua orang yang memberi hak kepada pihak yang satu untuk menuntut sesuatu
barang dari pihak yang lainnya sedangkan pihak yang lainnya diwajibkan untuk
memenuhi tuntutan tersebut. Pihak yang berhak menuntut adalah pihak yang
berpihutang (kreditur) sedangkan pihak yang wajib memenuhi tuntutan dinamakan
pihak berhutang (debitur) sementara barang atau sesuatu yang dapat dituntut
disebut dengan prestasi”.
DASAR HUKUM PERIKATAN
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUHP terdapat 3 sumber,
yakni :
- Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian)
- Perikatan yang timbul dari undang-undang
- Perkatan terjadi bukan perjanjian, tetapi karena perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perwakilan sukarela (zaakwaarneming)
Sumber perikatan berdasarkan Undang-undang, yaitu :
- Perikatan ( Pasal 1233 KUH Perdata ) : Perikatan lahir karena persutujuan atau karena undang-undang. perikatan ditunjukan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.
- Persetujuan ( Pasal 1313 KUH Perdata ) : Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.
- Undang-undang ( Pasal 1352 KUH Perdata ) : Perikatan yang lahir karena undang-undang timbul dari undang-undang atau dari undang-undang sebagai perbuatan orang
AZAS-AZAS DALAM HUKUM PERIKATAN
Asas-asas dalam hukum perikatan diatur dalam Buku III KUH
Perdata, yakni menganut azas kebebasan berkontrak dan azas konsensualisme.
- Asas Kebebasan Berkontrak Asas kebebasan berkontrak terlihat di dalam Pasal 1338 KUHP Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
- Asas konsensualisme Asas konsensualisme, artinya bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas. Dengan demikian, azas konsensualisme lazim disimpulkan dalam Pasal 1320 KUHP Perdata.
Adapun syarat-syarat dari sah-nya suatu perjanjian, yakni:
- Kata Sepakat antara Para Pihak yang Mengikatkan Diri Kata sepakat antara para pihak yang mengikatkan diri, yakni para pihak yang mengadakan perjanjian harus saling setuju dan seia sekata dalam hal yang pokok dari perjanjian yang akan diadakan tersebut.
- Cakap untuk Membuat Suatu Perjanjian Cakap untuk membuat suatu perjanjian, artinya bahwa para pihak harus cakap menurut hukum, yaitu telah dewasa (berusia 21 tahun) dan tidak di bawah pengampuan.
- Mengenai Suatu Hal Tertentu Mengenai suatu hal tertentu, artinya apa yang akan diperjanjikan harus jelas dan terinci (jenis, jumlah, dan harga) atau keterangan terhadap objek, diketahui hak dan kewajiban tiap-tiap pihak, sehingga tidak akan terjadi suatu perselisihan antara para pihak.
- Suatu sebab yang Halal Suatu sebab yang halal, artinya isi perjanjian itu harus mempunyai tujuan (causa) yang diperbolehkan oleh undang-undang, kesusilaan, atau ketertiban umum
Wanprestasi terjadi apabila salah satu pihak tersebut
(debitur) tidak melakukan apa yang telah dijanjikan. Adapun bentuk dari
wanprestasi tersebut tebagi menjadi empat kategori, yaitu :
- Melaksanakan apa yang dijanjikannya ,tetapi tidak menepatinya
- Tidak melakukan apa yang disanggupin akan dilakukannya
- Melakuakn sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
- Melakukan sebuah perjanjian yang telah dijanjikan tetapi terlambat.
Akibat-akibat dari wasprestasi tersebut berupa hukuman atau
akibat-akibat bagi debitur yang melakukan wanprestasi. Dan dapat digolongkan
menjadi tiga kategori, yaitu:
- Membayar kerugian yang telah diderita oleh kreditur (ganti rugi)
- Pembatalan perjanjian atau bisa disebut juga dengan pemecahan perjanjian, dan
- Peralihan risiko
HAPUSNYA PERIKATAN
Hapusnya perikatan :
pasal 1381 KUHPerdata menyebutkan 10 cara hapusnya perikitan
:
1.
Pembayaran
2.
Penawaran pembayaran tunai
diikuti dengan penyimpanan
3.
Pembahuruan hutang
4.
Perjumpaan hutang atau
kompensasi
5.
Percampuran hutang
6.
Pembebasan hutang
7.
Musnahnya barang yang
terhutang
8.
Batal atau pembatalan
9.
Berlakunya suatu syarat
batal
10.
Lewat waktu
REFERENSI
http://statushukum.com/hukum-perikatan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar