Indonesia merupakan salah satu negara dengan pemerintah yang
mempunyai peran penting untuk menjalankan dan mengatur ekonomi di negaranya
tersebut . Indonesia menggunakan sistem ekonomi yang berdasarkan ideologi
bangsa yaitu Pancasila dan UUD 1945 sebagai asas dalam menumbuhkan ekonomi
Indonesia yang menaruh keadilan, kemanusiaan, kebersamaan untuk mewujudkan
kesejahteraan masyarakat yang lebih baik. Oleh sebab itu Indonesia disebutkan
sebagai salah satu negara yang termasuk memakai sistem ekonomi campuran. Setelah
terjadinya peristiwa krisis moneter yang terjadi pada saat pemerintahan
Soeharto, membuat ekonomi Indonesia mengalami penurunan yang drastis, seperti
turunnya harga rupiah dan peningkatan inflasi yang semakin tinggi. Pergantian
pemerintahan pun dilakukan agar dapat memulihkan krisis ekonomi yang terjadi.
Selama beberapa dekade pergantian pemerintahan sampai saat ini, ekonomi di
Indonesia sudah menunjukkan peningkatan dan perbaikan yang cukup baik, sedikit
demi sedikit Indonesia dapat meninggalkan krisis ekonomi tersebut.
Kondisi ekonomi makro sepanjang tahun 2014 menunjukkan
kinerja yang cukup baik sebagaimana ditunjukkan melalui indikator makro
ekonomi. Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2014 tercatat sebesar 5,1 persen (angka
sementara), lebih rendah dari target yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2014 yang sebesar 5,5 persen. Ini
tentunya terkait dengan kondisi global dan kondisi kita sendiri, dimana
besarnya defisit transaksi berjalan membuat baik kebijakan moneter dan fiskal
sifatnya kebijakan yang ketat. Dengan kebijakan yang ketat, maka otomatis
memang pertumbuhan akan terkendala, sehingga tidak mencapai apa yang
diharapkan,” kata Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodojonegoro dalam konferensi
pers ‘Perkembangan Perekonomian Terkini Serta Kinerja Realisasi APBNP Tahun
2014’ di kantornya, Senin 5 Januari. Selain itu, tingkat inflasi tahun 2014
tercatat sebesar 8.36 persen, lebih tinggi dari asumsi APBN-P 2014 yang sebesar
5,3 persen.
Hal ini terjadi karena APBN-P 2014 belum mengasumsikan adanya
penyesuaian harga bahan bakar minyak. Realisasi tingkat suku bunga Surat
Perbendaharaan Negara (SPN) 3 bulan sebesar 5,8 persen, lebih rendah dari
asumsi dalam APBN-P 2014 yang sebesar 6,0 persen. Sementara itu, realisasi
nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) tercatat rata-rata
sebesar Rp11.878/dolar AS, lebih tinggi dari angka yang ditetapkan dalam APBN-P
2014, sebesar Rp11.600/dolar AS. Harga minyak mentah Indonesia tercatat sebesar
97 dolar AS per barel, lebih rendah dari asumsi dalam APBN-P 2014, sebesar 105
dolar AS per barel. Untuk rata-rata lifting minyak mentah Indonesia,
realisasinya mencapai 794 ribu barel per hari, lebih rendah dari target dalam
APBN-P 2014 yang sebesar 818 ribu barel per hari. Terakhir, realisasi lifting
gas mencapai target yang ditentukan dalam APBN-P yaitu 1.224 ribu barel setara
minyak per hari.
Ekonomi Indonesia tumbuh 5,01% pada tahun 2014 dan merupakan
pertumbuhan ekonomi paling lambat dalam 5 tahun, kata Badan Pusat Statistik di
Jakarta, hari Kamis 5 Februari. Angka itu turun jika dibandingkan dengan 5,78%
pada tahun 2013 dan merupakan tingkat terlemah sejak tahun 2009 yang merupakan
puncak dari krisis finansial global. Perekonomian Indonesia melambat dalam
beberapa tahun terakhir seiring dengan menurunnya harga-harga ekspor komoditi
utama, akibat melemahnya tuntutan dari Cina dan pasar-pasar utama lainnya.
Ekspor tidak banyak berubah pada tahun 2014, sedangkan ketidakpastian politik
juga membuat investasi asing menahan diri karena banyak perusahaan yang ingin
melihat hasil pemilihan presiden. Namun kemenangan Joko Widodo dalam pemilihan
presiden membawa harapan akan peluang ekonomi yang lebih baik di tahun 2015,
kata para pengamat.
Daftar Pustaka :
http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2010/12/30/catatan-perekonomian-indonesia-2010-328697.html
Mudrajad Kuncoro, 2006, Ekonomika Pembangunan (Teori, Masalah, dan
Kebijakan).
Sugiharsono, 2001, Koperasi Indonesia, Jakarta, Direktorat PSMP
DEPDIKNAS.
http://www.bbc.com/indonesia/majalah/2015/02/150205_bisnis_ekonomi_indonesia